Senin, 26 April 2010

Hukum Perjanjian

Umumnya dikatakan bahwa istilah – istilah tersebut memiliki pengertian yang sama sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu kontruksi hukum yang dalam hukum kita dikenal dengan sebutan kontrak.
Istilah “kontrak”, “perjanjian” dapat kita jumpai didalam KUHP. Bahkan didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian.
Menurut Pasal 1313 KUHP pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Menurut ahli hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak, termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dll. Dalam arti sempit perjanjian berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saj, seperti isi buku III kitab UU hukum perdata.
Penggolongan jenis-jenis yang umum dikenal adalah penggolongan kedalam kontrak timbal balik atau kontrak asas beban dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak Cuma-Cuma.
Pelaksanaan kontrak menurut Pasal 1338 ayat 3 ialah suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan etikat baik,. Terkesan bahwa untuk melaksanakan kontrak harus mengindahkan etikat baik saja, dan asas etikat baik terkesan hanya terletak pada fase atau berkaitan dengan pelaksanaan kontrak, tidak ada fase-fase lainnya dalam proses pembentukan kontrak.
Hal-hal yang mengikat dalam pelaksanaan kontrak ialah sebagai berikut :
1. Segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan uu.
2. Hal-hal yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjiakn itu dapat menyingkirkan suatu pasal UU yang merupakan hukum pelengkap.
3. Bila suatu hal tidak diatur oleh/dalam UU dan belum juga dalam kebiasaan karena kemungkinan belum ada, tidak begitu banyak dihadapi dalam praktek, maka harus diciptakan penyelesaiannya menurut/dengan berpedoman pada kepatutan.
Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2. Terlambat memenuhi prestasi
3. Memenuhi prestasi secara tidak sah
Akibat munculnya wansprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut penggantian kerugian yang di deritanya terhadap pihak yang wansprestasi. Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang mendereita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :
1. Pemenuhan perikatan
2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
3. Ganti rugi
4. Pembatalan persetujuan timbale balik
5. Pembatalan dengan ganti rugi
Menurut pasal 1320 KUHP perdata, ada 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
 
Copyright 2009 maryati